Konten yang terkandung di bawah ini adalah
semata-mata untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill, yaitu Aspek Hukum Dalam
Ekonomi. Adapun jika terdapat kesamaan nama tokoh, tempat, dan
kejadian-kejadian maupun gambar, itu hanyalah suatu kebetulan dan tidak
bermaksud menyinggung pihak manapun.
Pada kesempatan kali
ini saya akan menganalisis kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit “O” oleh “P”
yang merupakan salah satu pasien yang pernah berobat di rumah sakit tersebut
melalui surel pribadi yang dipublikasikan.
Kasus yang sempat
menghebohkan masyarakat Indonesia ini tentunya mendapat banyak mengenal kasus
ini tentunya melibatkan media sosial yang merupakan perantara berbagai orang
dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi.
Sebelum membahas
perkara perdata dari kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit “O” oleh “P”, saya
akan menjelaskan kronologis dari kasus tersebut.
KASUS
PENCEMARAN
NAMA BAIK RS “O” oleh “P”
P merupakan salah
seorang ibu rumah tangga yang merupakan salah satu mantan pasien di RS “O”.
- Berawal pada tanggal 7 Agustus 2008, P berobat di Rumah Sakit O di mana dia mengeluhkan panas tinggi dan pusing kepala. Pada malam itu dia dirawat inap, diinfus, dan diberi diagnose positif demam berdarah. Namun selama dirawat, P bukannya semakin membaik, kondisinya justru semakin memburuk dan banyak melakukan infus.
- 10 Agustus 2008, P berkonsultasi dengan dokter. dokter menyalahkan bagian laboratorium terkait revisi thrombosit. P mengalami pembengkakan pada leher bagian kiri dan mata bagian kiri, dan keesokannya mengalami pembengkakan pada leher bagian kanan. Hal ini memutuskannya untuk keluar dari rumah sakit O karena pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan pasti mengenai penyakit P, dan tidak memberikan rekam medis yang diperlukan P
- 15 Agustus 2008, P mengeluhkan pelayanan rumah sakit O di surat elektronik dengan judul “Penipuan RS O” yang kemudian menyebar di berbagai mailing list di dunia maya. Hal ini membuat pihak rumah sakit O tidak terima dan merasa dicemarkan
- 5 September 2008, Rumah sakit O mengajukan gugatan dan melakukan klarifikasi mengenai bantahan atas pelayanan buruknya tersebut
- 11 Mei 2009, Rumah sakit O memenangkan gugatan, dan P terbukti melakukan pencemaran nama baik dan harus menanggung seluruh kerugian yang ia perbuat atas tindakannya
- 13 Mei 2009, P dijerat Pasal 27 ayat 3 UU nomor 11 Tahun 2008:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, dan ditahan di LPWT.
- 4 Juni 2009, P menjalani sidang perdana untuk perkara pidana
- 25 Juni 2009, P diputus bebas oleh PN
- Kasus ini menyedot banyak perhatian dari masyarakat dan melakukan gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk P” untuk membantu P membayar denda
- Melihat hal tersebut, Rumah Sakit O mencabut gugatannya dan akhirnya P divonis bebas pada tanggal 29 Desember 2009
ANALISIS
1. DEFINISI HUKUM PERDATA
1.1. Definisi
secara umum
Hukum
perdata adalah suatu perantara hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu
orang/badan hukum lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan.
1.2. Definisi
menurut para ahli
1.2.1. Sri
Sudewi Masjchoen Sofwan
“Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang
lainnya”.
1.2.2. Prof.
Soedirman Kartohadiprodjo
“Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan lainnya”.
1.2.3. Sudikno
Mertokusumo
“Hukum perdata adalah hukum antar
perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap
yang lain di dalam lapangan berkeluarga
dan dalam pergaulan masyarakat”.
1.2.4. Prof.
R. Soebekti, S.H.
“Hukum perdata adalah semua hak yang meliputi
hukum privat materiil yang mengatur kepentingan seseorang”
Berdasarkan
dari definisi-definisi di atas, menurut analisa saya hukum perdata merupakan
ketentuan yang mengatur kepentingan hak dan kewajiban setiap individu baik
untuk dilindungi atau diberikan pembelaan bagi masing-masing pihak yang
mengalami permasalahan.
Dalam kasus pencemaran nama baik ini bisa dikategorikan
menyangkut hukum perdata, karena permasalahan ini menyangkut antara individu
dengan individu yang lain di mana satu individu merasa dirugikan oleh individu
yang lain dan begitu pula sebaliknya, dan hal ini tentunya menyangkut Pasal 27
ayat 3 nomor 11 Tahun 2008 di mana salah satu individu melakukan pencemaran
nama baiknya melalui media elektronik. Penggugat merasa perlu
adanya pembelaan dari Pengadilan dikarenakan penggugat merasa nama baiknya
telah tercemar oleh yang digugatnya sehingga mengupayakan keputusan dari
Pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
2. SEJARAH HUKUM PERDATA
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang
disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code
Civil (hukum perdata) dan Code de
Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada
tahun 1814, Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia
pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang
baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan Belgia yaitu:
1. Burgerlijk Wetboek,
yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda]
2. Wetboek van
Koophandel, disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi
ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
Menurut
analisa saya, dengan adanya sejarah hukum perdata ini menambah wawasan kita
mengenai dari manakah hukum perdata ini berasal, serta jika dilihat dari dua
pembentukan kodifikasi di atas, kasus pencemaran nama baik RS O oleh P tergolong
ke dalam Burgerlijk Wetboek [Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata] dikarenakan kasus tersebut menyangkut hukum
perdata, dan tidak ada hubungannya dengan Wetboek
van Koophandel karena kasus ini tidak ada hubungannya dengan hukum
dagang/perdagangan.
3. KUHPERDATA
Yang
dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum yang berlaku bagi seluruh
Wilayah di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata
barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada
31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua
panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J. Schneither
dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1984
Setelah
Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang
baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Menurut
analisa saya, dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia ini
dapat menjadi pedoman mengenai kaidah atau hukum perdata yang berlaku di
Indonesia saat ini, sehingga dengan adanya hukum tersebut dapat menyelesaikan
suatu permasalahan atau kasus yang berhubungan dengan hukum perdata, salah
satunya dari kasus pencemaran nama baik RS O oleh P di mana kasus tersebut juga
berkaitan dengan hukum perdata.
4. SISTEMATIKA KUHPERDATA
4.1. Menurut
Ilmu Pengetahuan
1. Buku
I: Hukum Perorangan (Personrecht)
2. Buku
II: Hukum Kekeluargaan (Familierecht)
3. Buku
III: Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
4. Buku
IV: Hukum Waris (Erfrecht)
4.2. Menurut
KUHPerdata
1. Buku
I: Orang (Personrecht)
2. Buku
II: Benda (Zakenrecht)
3. Buku
III: Perikatan (Verbintenessenrecht)
4. Buku
IV: Dasaluwarsa dan Pembuktian (Verjaring
en Bewijs)
Menurut
analisa saya, jika dikaitkan dengan sistematika KUHPerdata, kasus ini sesuai
dengan Buku III tentang Perikatan (Verbintenessenrecht) pada Bab III mengenai
Perikatan Yang Lahir Karena Undang-Undang pada Pasal 1372 yang berisi
“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan dianjurkan
untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.
Dalam menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya
penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan, dan kemampuan kedua belah pihak dan
keadaan”.
Dalam
kasus ini, keluhan yang dikirimkan P di surat elektronik ini tidak mendapat
persetujuan dari RS O untuk disebarluaskan. Hal ini tentunya membuat pihak RS O
merasa dirugikan sebab keluhan yang dilakukan oleh P tersebut dapat mencemarkan
nama baik serta reputasinya. Oleh karena itu, RS O menggugat P atas tindakannya
dalam mencemarkan nama baik RS O. Meskipun demikian, belum ada bukti kuat
mengenai pelayanan yang diberikan oleh pihak RS O kepada P.
4.3. Unsur
yang terpenting dari hukum perdata:
1. Norma
peraturan
2. Sanksi
3. Mengikat
/ dapat dipaksakan
Norma
peraturan dalam kasus ini yaitu bahwa Penggugat
(RS O) dalam menyatakan permohonannya dan Tergugat (P) dalam mengajukan
ekspresinya harus sesuai hukum. Masing-masing pihak harus menerima segala putusan
dari PN, seperti halnya pada Penggugat yang tidak puas dengan keputusan PN maka
dapat mengajukan permohonan kasasi ke MA.
Untuk
Sanksi,
dalam kasus ini kasasi JPU dikabulkan MA. P divonis 6 bulan penjara dengan masa
percobaan 1 tahun dan dibebaskan dari seluruh ganti rugi sebesar Rp. 204 juta
Dan
yang terakhir Mengikat / dapat dipaksakan, dalam kasus ini MA mengabulkan
permohonan peninjauan kembali (PK) P. MA menganulir putusan pidana PN dan P
dinyatakan bebas.
5. AZAS-AZAS HUKUM PERDATA
5.1. Azas Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai
sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu
juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb. Batasan terhadap
azas individualitas:
1. Hukum
Tata Usaha Negara (campur tangan pemerintah terhadap hak milik)
2. Pembatasan
dengan ketentuan hukum bertetangga
3. Tidak
menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
5.2. Azas
Kebebasan Berkontrak
Setiap
orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU
maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan
5.3. Azas
Monogami
Seorang
laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan mempunyai satu orang istri.
Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Undang-Undang Pokok Perkawinan
(UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada
pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP
Menurut
analisa saya, azas hukum yang berkaitan dengan kasus di atas adalah Azas Kebebasan
Berkontrak. Hal ini dapat dilihat dari kisruh RS O dan P tidak perlu sampai
sepanas itu, dari kedua pihak perlu adanya evaluasi dari masing-masing pihak
sehingga tidak menyebabkan kerugian dari kedua pihak. Serta baik dari RS O
maupun P dapat mengadakan perjanjian yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
maupun ketertiban umum.
Dalam
kasus ini menurut saya tidak terkait dengan azas individualis karena kasus ini
tidak menyangkut pemerintah dan hukum tetangga. Begitu pula kasus ini tidak
terkait dengan azas monogamy karena kasus ini tidak membahas perkawinan.
6. PERKEMBANGAN KUHPERDATA DI INDONESIA
Hukum
Perdata Eropa (Code Civil Ded Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. Pada
tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon. Tahun
1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUHPerdata Indonesia berasal
dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku “Burgerlijk Wetboek” (BW) dan
dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap
diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada
(termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru
menurut UUD ini. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia:
·
Tahun 1960: UU No.5/1960 mencabut buku
II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya kecuali hipotek
·
Tahun 1963: Mahkamah Agung
mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut
pasal-pasal tertentu dari BW yaitu: pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603
x (1), (2) dan 1682.
·
Tahun 1974: UU No.1/1974, mencabut
ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap
bertindak
Menurut
saya, perubahan yang terjadi terhadap hukum perdata Belanda yang diterapkan di
Indonesia memberikan dampak positif dan semestinya. Salah satunya pada poin
ketiga di mana jika dikaitkan dengan kasus di atas, kedudukan wanita saat ini harus
cakap bertindak karena mereka memiliki aspirasi serta pemikiran yang sama
seperti pria. Namun dalam kasus ini tindakan dari P bisa saja menjadi salah
karena dia memberikan keluhan yang cukup buruk dan bahkan mengundang
kontroversi, oleh sebab itu peran Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) sangatlah penting.
REFERENSI
·
Subekti, R dan Tjitrosubidio, R. 2015.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku
ke Tiga Tentang Perikatan). Jakarta: PT. Balai Pustaka.
·
Kuspriatni, Lista. (ed.) (n.d) Aspek Hukum dalam Ekonomi : Hukum Perdata.
[Portable Document Format(pdf.)] Pp. 1-3. Available from:
http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2 [Accessed: 16 March 2017]
·
Inilah
Curhat Yang Membawa P ke Penjara (2009) [online].
Available from: http://nasional.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.membawa.p.ke.penjara
[Accessed: 17 March 2017]
·
Ini
Dia Kronologi P Mencari Keadilan (2012) [online].
Available from: http://news.detik.com/berita/2023887/ini-dia-kronologi-p-mencari-keadilan
[Accessed: 18 March 2017]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar