Minggu, 19 Maret 2017

Keluhan Di Dunia Maya Membawa Petaka

Konten yang terkandung di bawah ini adalah semata-mata untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Softskill, yaitu Aspek Hukum Dalam Ekonomi. Adapun jika terdapat kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian-kejadian maupun gambar, itu hanyalah suatu kebetulan dan tidak bermaksud menyinggung pihak manapun.




Pada kesempatan kali ini saya akan menganalisis kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit “O” oleh “P” yang merupakan salah satu pasien yang pernah berobat di rumah sakit tersebut melalui surel pribadi yang dipublikasikan.
Kasus yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia ini tentunya mendapat banyak mengenal kasus ini tentunya melibatkan media sosial yang merupakan perantara berbagai orang dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi.
Sebelum membahas perkara perdata dari kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit “O” oleh “P”, saya akan menjelaskan kronologis dari kasus tersebut.

KASUS

PENCEMARAN NAMA BAIK RS “O” oleh “P”
 
P merupakan salah seorang ibu rumah tangga yang merupakan salah satu mantan pasien di RS “O”.
  • Berawal pada tanggal 7 Agustus 2008, P berobat di Rumah Sakit O di mana dia mengeluhkan panas tinggi dan pusing kepala. Pada malam itu dia dirawat inap, diinfus, dan diberi diagnose positif demam berdarah. Namun selama dirawat, P bukannya semakin membaik, kondisinya justru semakin memburuk dan banyak melakukan infus.
  • 10 Agustus 2008, P berkonsultasi dengan dokter. dokter menyalahkan bagian laboratorium terkait revisi thrombosit. P mengalami pembengkakan pada leher bagian kiri dan mata bagian kiri, dan keesokannya mengalami pembengkakan pada leher bagian kanan. Hal ini memutuskannya untuk keluar dari rumah sakit O karena pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan pasti mengenai penyakit P, dan tidak memberikan rekam medis yang diperlukan P
  • 15 Agustus 2008, P mengeluhkan pelayanan rumah sakit O di surat elektronik dengan judul “Penipuan RS O” yang kemudian menyebar di berbagai mailing list di dunia maya. Hal ini membuat pihak rumah sakit O tidak terima dan merasa dicemarkan
  • 5 September 2008, Rumah sakit O mengajukan gugatan dan melakukan klarifikasi mengenai bantahan atas pelayanan buruknya tersebut
  • 11 Mei 2009, Rumah sakit O memenangkan gugatan, dan P terbukti melakukan pencemaran nama baik dan harus menanggung seluruh kerugian yang ia perbuat atas tindakannya
  • 13 Mei 2009, P dijerat Pasal 27 ayat 3 UU nomor 11 Tahun 2008:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, dan ditahan di LPWT.

  • 4 Juni 2009, P menjalani sidang perdana untuk perkara pidana
  • 25 Juni 2009, P diputus bebas oleh PN
  • Kasus ini menyedot banyak perhatian dari masyarakat dan melakukan gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk P” untuk membantu P membayar denda
  • Melihat hal tersebut, Rumah Sakit O mencabut gugatannya dan akhirnya P divonis bebas pada tanggal 29 Desember 2009

ANALISIS

     1. DEFINISI HUKUM PERDATA

1.1.       Definisi secara umum
Hukum perdata adalah suatu perantara hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu orang/badan hukum lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

1.2.       Definisi menurut para ahli
1.2.1.      Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya”.
1.2.2.      Prof. Soedirman Kartohadiprodjo
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan lainnya”.
1.2.3.      Sudikno Mertokusumo
Hukum perdata adalah hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat”.
1.2.4.      Prof. R. Soebekti, S.H.
Hukum perdata adalah semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan seseorang
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, menurut analisa saya hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur kepentingan hak dan kewajiban setiap individu baik untuk dilindungi atau diberikan pembelaan bagi masing-masing pihak yang mengalami permasalahan.
Dalam kasus pencemaran nama baik ini bisa dikategorikan menyangkut hukum perdata, karena permasalahan ini menyangkut antara individu dengan individu yang lain di mana satu individu merasa dirugikan oleh individu yang lain dan begitu pula sebaliknya, dan hal ini tentunya menyangkut Pasal 27 ayat 3 nomor 11 Tahun 2008 di mana salah satu individu melakukan pencemaran nama baiknya melalui media elektronik. Penggugat merasa perlu adanya pembelaan dari Pengadilan dikarenakan penggugat merasa nama baiknya telah tercemar oleh yang digugatnya sehingga mengupayakan keputusan dari Pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

     2. SEJARAH HUKUM PERDATA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada tahun 1814, Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan Belgia yaitu:
1.    Burgerlijk Wetboek, yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda]
2.    Wetboek van Koophandel, disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
Menurut analisa saya, dengan adanya sejarah hukum perdata ini menambah wawasan kita mengenai dari manakah hukum perdata ini berasal, serta jika dilihat dari dua pembentukan kodifikasi di atas, kasus pencemaran nama baik RS O oleh P tergolong ke dalam Burgerlijk Wetboek [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata] dikarenakan kasus tersebut menyangkut hukum perdata, dan tidak ada hubungannya dengan Wetboek van Koophandel karena kasus ini tidak ada hubungannya dengan hukum dagang/perdagangan.

     3. KUHPERDATA

Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J. Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1984
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Menurut analisa saya, dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia ini dapat menjadi pedoman mengenai kaidah atau hukum perdata yang berlaku di Indonesia saat ini, sehingga dengan adanya hukum tersebut dapat menyelesaikan suatu permasalahan atau kasus yang berhubungan dengan hukum perdata, salah satunya dari kasus pencemaran nama baik RS O oleh P di mana kasus tersebut juga berkaitan dengan hukum perdata.

     4. SISTEMATIKA KUHPERDATA

4.1.       Menurut Ilmu Pengetahuan
1.    Buku I: Hukum Perorangan (Personrecht)
2.    Buku II: Hukum Kekeluargaan (Familierecht)
3.    Buku III: Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
4.    Buku IV: Hukum Waris (Erfrecht)
4.2.       Menurut KUHPerdata
1.    Buku I: Orang (Personrecht)
2.    Buku II: Benda (Zakenrecht)
3.    Buku III: Perikatan  (Verbintenessenrecht)
4.    Buku IV: Dasaluwarsa dan Pembuktian (Verjaring en Bewijs)
Menurut analisa saya, jika dikaitkan dengan sistematika KUHPerdata, kasus ini sesuai dengan Buku III tentang Perikatan (Verbintenessenrecht) pada Bab III mengenai Perikatan Yang Lahir Karena Undang-Undang pada Pasal 1372 yang berisi
 “Tuntutan perdata tentang hal penghinaan dianjurkan untuk memperoleh penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. Dalam menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan, dan kemampuan kedua belah pihak dan keadaan”.
Dalam kasus ini, keluhan yang dikirimkan P di surat elektronik ini tidak mendapat persetujuan dari RS O untuk disebarluaskan. Hal ini tentunya membuat pihak RS O merasa dirugikan sebab keluhan yang dilakukan oleh P tersebut dapat mencemarkan nama baik serta reputasinya. Oleh karena itu, RS O menggugat P atas tindakannya dalam mencemarkan nama baik RS O. Meskipun demikian, belum ada bukti kuat mengenai pelayanan yang diberikan oleh pihak RS O kepada P.
4.3.       Unsur yang terpenting dari hukum perdata:
1.    Norma peraturan
2.    Sanksi
3.    Mengikat / dapat dipaksakan
Norma peraturan dalam kasus ini yaitu bahwa Penggugat (RS O) dalam menyatakan permohonannya dan Tergugat (P) dalam mengajukan ekspresinya harus sesuai hukum. Masing-masing pihak harus menerima segala putusan dari PN, seperti halnya pada Penggugat yang tidak puas dengan keputusan PN maka dapat mengajukan permohonan kasasi ke MA.
Untuk Sanksi, dalam kasus ini kasasi JPU dikabulkan MA. P divonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun dan dibebaskan dari seluruh ganti rugi sebesar Rp. 204 juta
Dan yang terakhir Mengikat / dapat dipaksakan, dalam kasus ini MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) P. MA menganulir putusan pidana PN dan P dinyatakan bebas.

     5. AZAS-AZAS HUKUM PERDATA

5.1.       Azas Individualitas
Dapat  menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb. Batasan terhadap azas individualitas:
1.    Hukum Tata Usaha Negara (campur tangan pemerintah terhadap hak milik)
2.    Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3.    Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
5.2.       Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan
5.3.       Azas Monogami
Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan mempunyai satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP
Menurut analisa saya, azas hukum yang berkaitan dengan kasus di atas adalah Azas Kebebasan Berkontrak. Hal ini dapat dilihat dari kisruh RS O dan P tidak perlu sampai sepanas itu, dari kedua pihak perlu adanya evaluasi dari masing-masing pihak sehingga tidak menyebabkan kerugian dari kedua pihak. Serta baik dari RS O maupun P dapat mengadakan perjanjian yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang maupun ketertiban umum.
Dalam kasus ini menurut saya tidak terkait dengan azas individualis karena kasus ini tidak menyangkut pemerintah dan hukum tetangga. Begitu pula kasus ini tidak terkait dengan azas monogamy karena kasus ini tidak membahas perkawinan.

     6. PERKEMBANGAN KUHPERDATA DI INDONESIA

Hukum Perdata Eropa (Code Civil Ded Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon. Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUHPerdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku “Burgerlijk Wetboek” (BW) dan dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada (termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru menurut UUD ini. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia:
·         Tahun 1960: UU No.5/1960 mencabut buku II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kecuali hipotek
·         Tahun 1963: Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal tertentu dari BW yaitu: pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603 x (1), (2) dan 1682.
·         Tahun 1974: UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak
Menurut saya, perubahan yang terjadi terhadap hukum perdata Belanda yang diterapkan di Indonesia memberikan dampak positif dan semestinya. Salah satunya pada poin ketiga di mana jika dikaitkan dengan kasus di atas, kedudukan wanita saat ini harus cakap bertindak karena mereka memiliki aspirasi serta pemikiran yang sama seperti pria. Namun dalam kasus ini tindakan dari P bisa saja menjadi salah karena dia memberikan keluhan yang cukup buruk dan bahkan mengundang kontroversi, oleh sebab itu peran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sangatlah penting.

REFERENSI
·         Subekti, R dan Tjitrosubidio, R. 2015. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku ke Tiga Tentang Perikatan). Jakarta: PT. Balai Pustaka.
·         Kuspriatni, Lista. (ed.) (n.d) Aspek Hukum dalam Ekonomi : Hukum Perdata. [Portable Document Format(pdf.)] Pp. 1-3. Available from: http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2 [Accessed: 16 March  2017]
·         Inilah Curhat Yang Membawa P ke Penjara (2009) [online]. Available from: http://nasional.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.membawa.p.ke.penjara [Accessed: 17 March 2017]
·         Ini Dia Kronologi P Mencari Keadilan (2012) [online]. Available from: http://news.detik.com/berita/2023887/ini-dia-kronologi-p-mencari-keadilan [Accessed: 18 March 2017]