DISCLAIMER
Tulisan
ini berisi pendapat penulis dan tinjauan pustaka yang didapat dari buku literature
dan sumber lainnya yang telah disitasi dan dicantumkan pada bagian referensi. Apabila
terdapat kejanggalan terhadap referensi ataupun tidak tercantum, silahkan
hubungi penulis. Penulis akan mengubah atau menambahkan atau menghapus materi
tersebut dalam tulisan ini.
DISCLAIMER
Tulisan
ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Aspek Hukum Dalam Ekonomi”.
Tulisan yang terkandung di dalamnya hanya pendapat penulis berupa informasi
atau gambaran umum. Apabila terhadap kesamaan nama tokoh, tempat, gambar dan
kejadian-kejadian maka itu hanyalah sebuah kebetulan dan bukan hal yang disengaja.
Penulis tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca dalam
tulisan ini.
![]() |
| Gambar 1 |
Pada kesempatan kali
ini saya akan menganalisis kasus sengketa merek dagang “IO” yang dikenal
sebagai toko yang menjual peralatan elektronik yang cukup terkenal melawan “BG”
di mana perusahaan tersebut menggunakan merek dagang “IO” dalam bisnisnya.
Di
Indonesia, hak merek diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001:
“Merek
dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya”
Sebelum membahas
perkara perdata antara Merek dagang “IO”, terlebih dahulu saya akan menjelaskan
kronologis dari kasus tersebut dari Penggugat dan Tergugat
KASUS
![]() |
| Gambar 2 |
SENGKETA
MEREK DAGANG “IO”
- Berawal dari seorang pemilik sah IO, “J” jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan di daerah J menemukan sebuah toko yang bernama “IO” di mana serupa dengan toko yang ia kelola dan toko tersebut merupakan milik dari perusahaan BG. Mengetahui hal ini, J langsung menggugat toko IO palsu tersebut ke PNJ
- Dalam gugatannya, dinyatakan putusan kasasi oleh MA yang berbunyi “Penggugat berdasarkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)-Kecil Nomor 00989\/1.824.51 tertanggal 10 Oktober 2006 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kotamadya JS, SDPP, telah mendapatkan ijin untuk melakukan kegiatan usaha dalam jenis barang dan jasa dagangan utama komputer dan suku cadangnya dengan nama toko “IO” yang beralamat di PS, LB”
- Dalam permohonannya, J meminta majelis hakim untuk meminta PT BG untuk menutup usahanya, serta membayar kerugian materiil sebesar Rp. 400 juta dan kerugian non-materiil sebesar Rp. 1 miliar
- 4 Agustus 2011, majelis hukum PNJ menghukum tergugat membayar uang paksa sebesar Rp. 10 juta atas setiap hari keterlambatan melaksanakan keputusan tersebut
- Tidak terima dengan gugatan J, BG mengajukan kasasi. Namun usahanya sia-sia
- 31 Januari 2012, keputusan ketua majelis hakim menyatakan “Menolak permohonan BG”. Hal ini dibenarkan karena penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya bahwa penggugat adalah pemilik “IO” yang terdaftar dengan No. DN.000267176 tanggal 2 September 2010 dan tergugat tanpa hak dan tanpa izin dari penggugat telah menggunakan merek “IO” yang mempunyai persamaan pokoknya dengan merek penggugat “IO”.
ANALISIS
1. DEFINISI HUKUM
PERDATA
1.1. Definisi
secara umum
Hukum
perdata adalah suatu perantara hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu
orang/badan hukum lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada
kepentingan perseorangan.
1.2. Definisi
menurut para ahli
1.2.1. Sri
Sudewi Masjchoen Sofwan
“Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang
lainnya”.
1.2.2. Prof.
Soedirman Kartohadiprodjo
“Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan lainnya”.
1.2.3. Sudikno
Mertokusumo
“Hukum perdata adalah hukum antar
perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap
yang lain di dalam lapangan berkeluarga
dan dalam pergaulan masyarakat”.
1.2.4. Prof.
R. Soebekti, S.H.
“Hukum perdata adalah semua hak yang meliputi
hukum privat materiil yang mengatur kepentingan seseorang”
Berdasarkan
dari definisi-definisi di atas, menurut analisa saya hukum perdata merupakan
ketentuan yang mengatur kepentingan hak dan kewajiban setiap individu baik
untuk dilindungi atau diberikan pembelaan bagi masing-masing pihak yang
mengalami permasalahan. Dalam kasus sengketa dagang ini bisa dikategorikan
menyangkut hukum perdata, karena permasalahan ini menyangkut antara individu
melawan individu yang lain di mana satu individu merasa dirugikan oleh individu
yang lain, dan hal ini tentunya menyangkut Pasal 2 nomor 15 Tahun 2001 mengenai
hak merek dagang. Dalam kasus ini, penggugat merasa perlu adanya pembelaan dari
Pengadilan dikarenakan merek dagang penggugat telah dipakai oleh yang tergugat
dan hal ini membuat penggugat merasa tidak terima dan merasa dirugikan. Oleh
sebab itu Penggugat mengupayakan putusan di Pengadilan.
2. SEJARAH HUKUM
PERDATA
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang
disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu
dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di
Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code
de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada
tahun 1814, Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia
pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang
menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang
baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan Belgia yaitu:
1. Burgerlijk Wetboek,
yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda]
2. Wetboek van
Koophandel, disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi
ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
Menurut
analisa saya, dengan adanya sejarah hukum perdata ini menambah wawasan kita
mengenai dari manakah hukum perdata ini berasal, serta jika dilihat dari dua
pembentukan kodifikasi di atas, kasus sengketa merek dagang ini dapat tergolong
ke dalam Burgerlijk Wetboek [Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata] ataupun juga Wetboek
van Koophandel. Hal ini bisa dilihat dari kasus yang bersangkutan, di mana
kasus ini berkaitan dengan perdata dan juga menyangkut masalah perdagangan.
3. KUH PERDATA
Yang
dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum yang berlaku bagi seluruh
Wilayah di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata
barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa
disingkat B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada
31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua
panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J. Schneither
dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1984
Setelah
Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt.
Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang
baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Menurut
analisa saya, dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia ini
dapat menjadi pedoman mengenai kaidah atau hukum perdata yang berlaku di
Indonesia saat ini, sehingga dengan adanya hukum tersebut dapat menyelesaikan
suatu permasalahan atau kasus yang berhubungan dengan hukum perdata, salah
satunya dari kasus sengketa merek dagang “IO” oleh “BG” di mana kasus tersebut
juga berkaitan dengan hukum perdata.
4. SISTEMATIKA KUH PERDATA
4.1. Menurut
Ilmu Pengetahuan
1. Buku
I: Hukum Perorangan (Personrecht)
2. Buku
II: Hukum Kekeluargaan (Familierecht)
3. Buku
III: Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
4. Buku
IV: Hukum Waris (Erfrecht)
4.2. Menurut
KUHPerdata
1. Buku
I: Orang (Personrecht)
2. Buku
II: Benda (Zakenrecht)
3. Buku
III: Perikatan (Verbintenessenrecht)
4. Buku
IV: Dasaluwarsa dan Pembuktian (Verjaring
en Bewijs)
Menurut
analisa saya, jika dikaitkan dengan sistematika KUHPerdata, kasus ini sesuai
dengan Buku III tentang Perikatan (Verbintenessenrecht) pada Bab III mengenai
Perikatan dalam bab VIIA tentang “Perjanjian Kerja” pada Bagian 1 mengenai
Ketentuan Umum Pasal 1601 yang berisi:
“Selain persetujuan untuk menyelenggarakan
beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh
syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang
syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua
macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan
suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni perjanjian kerja
dan perjanjian pemborongan kerja”.
Dalam
kasus ini terjadi sengketa merek dagang “IO”, di mana pihak tergugat telah
menggunakan merek “IO” yang merupakan milik dari Penggugat. Bisa disimpulkan
berdasarkan pasal tersebut, tidak ada perjanjian ataupun persetujuan dari pihak
Penggugat dengan Tergugat. Hal ini juga menjadi salah satu tuntutan Penggugat
terhadap mereknya dikarenakan toko yang dikelola Tergugat memiliki kesamaan
dalam merek dagang. Selain itu, Penggugat merasa dirugikan karena merek
dagangnya telah dipakai oleh Tergugat tanpa ada persetujuan atau izin darinya.
Dan Pihak Penggugat merupakan pemilik sah merek dagang IO dan merek dagangnya
merupakan yang pertama terdaftar sebagai merek dagang IO. Penggugat yang
menitikberatkan terhadap bisnis dan perdagangan ini tidak berdampak di
Indonesia. Karena Penggugat selama ini tidak melakukan promosi ataupun
periklanan terhadapnya tokonya, dan tokonya merupakan reseller salah satu peralatan
elektronik terkenal di dunia.
4.3. Unsur
yang terpenting dari hukum perdata:
1. Norma
peraturan
2. Sanksi
3. Mengikat
/ dapat dipaksakan
Norma
peraturan dalam kasus ini yaitu bahwa Penggugat
(IO asli) dalam menyatakan permohonannya dan Tergugat (BG/IO Palsu) dalam
mengajukan ekspresinya harus sesuai hukum. Masing-masing pihak harus menerima
segala putusan dari PN, seperti halnya pada Penggugat yang tidak puas dengan
keputusan PN maka dapat mengajukan permohonan kasasi ke MA. Menurut KBBI,
Kasasi adalah pembatalan atau pernyataan
tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi atau
tidak sesuai dengan undang-undang.
Untuk
Sanksi,
dalam kasus ini kasasi JPU dikabulkan MA. BG harus membayar denda berupa
kerugian materiil sebesar Rp. 400 juta dan kerugian non-materiil sebesar Rp. 1
Miliar
Dan
yang terakhir Mengikat / dapat dipaksakan, dalam kasus ini majelis hukum PNJ
menghukum tergugat membayar uang paksa sebesar Rp. 10 juta atas setiap hari
keterlambatan melaksanakan keputusan tersebut.
5. AZAS HUKUM
PERDATA
5.1. Azas
Individualitas
Dapat menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai
sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu
juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb. Batasan terhadap
azas individualitas:
1. Hukum
Tata Usaha Negara (campur tangan pemerintah terhadap hak milik)
2. Pembatasan
dengan ketentuan hukum bertetangga
3. Tidak
menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
5.2. Azas
Kebebasan Berkontrak
Setiap
orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU
maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan
5.3. Azas
Monogami
Seorang
laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan mempunyai satu orang istri.
Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Undang-Undang Pokok Perkawinan
(UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada
pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP
Menurut
analisa saya, azas hukum yang berkaitan dengan kasus di atas adalah Azas Individualis
dan Azas Kebebasan Berkontrak. Hal ini dapat dilihat dari merek dagang “IO”
yang di mana toko tersebut merupakan kepemilikan sah dari J dan hanya membuka
satu cabang yaitu di salah satu pusat perbelanjaan di daerah J. Namun J
menemukan sebuah toko yang memiliki merek dagang yang sama persis dengan toko
yang dia miliki, serta tidak adanya perjanjian antara pihak IO dengan pihak BG
untuk melakukan kerjasama atau merger/joint venture. Hal ini tentunya membuat
J merasa tidak terima sehingga menggugat pihak BG untuk menutup usahanya. Hal ini
berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 pada BAB XI mengenai
Penyelesaian Sengketa Bagian 1 mengenai Gugatan atas Pelanggaran Merek dalam
Pasal 76 ayat 1 yang menyatakan:
“Pemilik
Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa
hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
a) Gugatan
ganti rugi, dan/atau
b) Penghentian
semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut
Berdasarkan isi pasal tersebut, pihak
Penggugat (IO asli) menggugat pihak Tergugat (BG/IO palsu) untuk menutup atau
menghentikan bisnisnya karena pihak IO merasa dirugikan atas merek dagangnya
telah dipakai oleh pihak Tergugat dan tidak adanya persetujuan antara kedua
pihak mengenai merek dagang yang dipakai, serta membayar seluruh kerugian yang
telah dilakukan oleh pihak Tergugat terhadap pihak Penggugat.
Dalam
kasus ini menurut saya tidak terkait dengan azas monogami karena kasus ini
tidak membahas perkawinan.
6. PERKEMBANGAN KUH PERDATA DI INDONESIA
Hukum
Perdata Eropa (Code Civil Ded Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. Pada
tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon.
Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUHPerdata Indonesia
berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku “Burgerlijk Wetboek” (BW) dan
dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap
diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan
UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada
(termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru
menurut UUD ini. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia:
- Tahun 1960: UU No.5/1960 mencabut buku
II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya kecuali hipotek
- Tahun 1963: Mahkamah Agung
mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut
pasal-pasal tertentu dari BW yaitu: pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603
x (1), (2) dan 1682
- Tahun 1974: UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak
Menurut
saya, perubahan yang terjadi terhadap hukum perdata Belanda yang diterapkan di
Indonesia memberikan dampak positif dan semestinya. Salah satunya pada poin
ketiga di mana kedudukan wanita saat ini mengalami perjuangan dalam kesetaraan gender di mana kaum wanita saat ini
banyak yang berjuang dalam urusan karir. Serta pencabutan beberapa pasal dalam
KUHPerdata disesuaikan dengan keadaan aspek-aspek di Indonesia saat ini mulai
dari hukum, politik, ekonomi, dan lain-lain sehingga masyarakat, pelaku bisnis,
ataupun pemerintah dapat menyesuaikan dan menerima hukum yang berlaku di
Indonesia saat ini.
REFERENSI
a) Buku Pustaka/E-Newspaper/E-Journal
- Kuspriatni, Lista. (ed.) (n.d) Aspek Hukum dalam Ekonomi : Hukum Perdata. [Portable Document Format(pdf.)] Pp. 1-3. Available from: http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2 [Accessed: 16 March 2017]
- Subekti, R dan Tjitrosubidio, R. 2015. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku ke Tiga Tentang Perikatan). Jakarta: PT. Balai Pustaka.
- Arti kata kasasi – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online (2016) [online]. Available from: http://kbbi.web.id/kasasi [Accesed: 18 April 2017]
- Berebut Merek Toko “IO” Hingga Medan Merdeka Utara (2012) [online]. Available from: http://news.detik.com/berita/d-1954658/berebut-merek-toko-io-hingga-medan-merdeka-utara [Accessed: 17 April 2017]
- The World Intellectual Property Organization (2001) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek [online]. Rabu 1 Agustus. Available from: http://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/in/id/id046in.pdf [Accessed: 17 April 2017]
b) Gambar
- Gambar 1: Business Law-logo.png. Availabe from: http://www.scottkuboff.com/ [Accessed: 19 April 2017]
- Gambar 2: shopping mall.jpg. Availabe from: http://www.wisegeek.org/what-are-shopping-malls.htm [Accessed: 20 April 2017]

