Jumat, 21 April 2017

Merek Sama, Rugi Bersama



DISCLAIMER
Tulisan ini berisi pendapat penulis dan tinjauan pustaka yang didapat dari buku literature dan sumber lainnya yang telah disitasi dan dicantumkan pada bagian referensi. Apabila terdapat kejanggalan terhadap referensi ataupun tidak tercantum, silahkan hubungi penulis. Penulis akan mengubah atau menambahkan atau menghapus materi tersebut dalam tulisan ini.

DISCLAIMER
Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Aspek Hukum Dalam Ekonomi”. Tulisan yang terkandung di dalamnya hanya pendapat penulis berupa informasi atau gambaran umum. Apabila terhadap kesamaan nama tokoh, tempat, gambar dan kejadian-kejadian maka itu hanyalah sebuah kebetulan dan bukan hal yang disengaja. Penulis tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca dalam tulisan ini.

Gambar 1

Pada kesempatan kali ini saya akan menganalisis kasus sengketa merek dagang “IO” yang dikenal sebagai toko yang menjual peralatan elektronik yang cukup terkenal melawan “BG” di mana perusahaan tersebut menggunakan merek dagang “IO” dalam bisnisnya.

Di Indonesia, hak merek diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001:
“Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau  beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya”

Sebelum membahas perkara perdata antara Merek dagang “IO”, terlebih dahulu saya akan menjelaskan kronologis dari kasus tersebut dari Penggugat dan Tergugat

KASUS

Gambar 2
 

SENGKETA MEREK DAGANG “IO”

  • Berawal dari seorang pemilik sah IO, “J”  jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan di daerah J menemukan sebuah toko yang bernama “IO” di mana serupa dengan toko yang ia kelola dan toko tersebut merupakan milik dari perusahaan BG. Mengetahui hal ini, J langsung menggugat toko IO palsu tersebut ke PNJ
  • Dalam gugatannya, dinyatakan putusan kasasi oleh MA yang berbunyi “Penggugat berdasarkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)-Kecil Nomor 00989\/1.824.51 tertanggal 10 Oktober 2006 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kotamadya JS, SDPP, telah mendapatkan ijin untuk melakukan kegiatan usaha dalam jenis barang dan jasa dagangan utama komputer dan suku cadangnya dengan nama toko “IO” yang beralamat di PS, LB”
  • Dalam permohonannya, J meminta majelis hakim untuk meminta PT BG untuk menutup usahanya, serta membayar kerugian materiil sebesar Rp. 400 juta dan kerugian non-materiil sebesar Rp. 1 miliar
  • 4 Agustus 2011, majelis hukum PNJ menghukum tergugat membayar uang paksa sebesar Rp. 10 juta atas setiap hari keterlambatan melaksanakan keputusan tersebut
  • Tidak terima dengan gugatan J, BG mengajukan kasasi. Namun usahanya sia-sia
  • 31 Januari 2012, keputusan ketua majelis hakim menyatakan “Menolak permohonan BG”. Hal ini dibenarkan karena penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya bahwa penggugat adalah pemilik “IO” yang terdaftar dengan No. DN.000267176 tanggal 2 September 2010 dan tergugat tanpa hak dan tanpa izin dari penggugat telah menggunakan merek “IO” yang mempunyai persamaan pokoknya dengan merek penggugat “IO”.

ANALISIS

1.  DEFINISI HUKUM PERDATA

1.1.       Definisi secara umum
Hukum perdata adalah suatu perantara hukum yang mengatur orang/badan hukum yang satu orang/badan hukum lain di dalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

1.2.       Definisi menurut para ahli
1.2.1.      Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya”.
1.2.2.      Prof. Soedirman Kartohadiprodjo
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan lainnya”.
1.2.3.      Sudikno Mertokusumo
Hukum perdata adalah hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat”.
1.2.4.      Prof. R. Soebekti, S.H.
Hukum perdata adalah semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan seseorang
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, menurut analisa saya hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur kepentingan hak dan kewajiban setiap individu baik untuk dilindungi atau diberikan pembelaan bagi masing-masing pihak yang mengalami permasalahan. Dalam kasus sengketa dagang ini bisa dikategorikan menyangkut hukum perdata, karena permasalahan ini menyangkut antara individu melawan individu yang lain di mana satu individu merasa dirugikan oleh individu yang lain, dan hal ini tentunya menyangkut Pasal 2 nomor 15 Tahun 2001 mengenai hak merek dagang. Dalam kasus ini, penggugat merasa perlu adanya pembelaan dari Pengadilan dikarenakan merek dagang penggugat telah dipakai oleh yang tergugat dan hal ini membuat penggugat merasa tidak terima dan merasa dirugikan. Oleh sebab itu Penggugat mengupayakan putusan di Pengadilan.

2.  SEJARAH HUKUM PERDATA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada tahun 1814, Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan Belgia yaitu:
1.    Burgerlijk Wetboek, yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda]
2.    Wetboek van Koophandel, disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
Menurut analisa saya, dengan adanya sejarah hukum perdata ini menambah wawasan kita mengenai dari manakah hukum perdata ini berasal, serta jika dilihat dari dua pembentukan kodifikasi di atas, kasus sengketa merek dagang ini dapat tergolong ke dalam Burgerlijk Wetboek [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata] ataupun juga Wetboek van Koophandel. Hal ini bisa dilihat dari kasus yang bersangkutan, di mana kasus ini berkaitan dengan perdata dan juga menyangkut masalah perdagangan.
3.  KUH PERDATA
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J. Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1984
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Menurut analisa saya, dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia ini dapat menjadi pedoman mengenai kaidah atau hukum perdata yang berlaku di Indonesia saat ini, sehingga dengan adanya hukum tersebut dapat menyelesaikan suatu permasalahan atau kasus yang berhubungan dengan hukum perdata, salah satunya dari kasus sengketa merek dagang “IO” oleh “BG” di mana kasus tersebut juga berkaitan dengan hukum perdata.

4.  SISTEMATIKA KUH PERDATA
4.1.       Menurut Ilmu Pengetahuan
1.    Buku I: Hukum Perorangan (Personrecht)
2.    Buku II: Hukum Kekeluargaan (Familierecht)
3.    Buku III: Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht)
4.    Buku IV: Hukum Waris (Erfrecht)
4.2.       Menurut KUHPerdata
1.    Buku I: Orang (Personrecht)
2.    Buku II: Benda (Zakenrecht)
3.    Buku III: Perikatan  (Verbintenessenrecht)
4.    Buku IV: Dasaluwarsa dan Pembuktian (Verjaring en Bewijs)
Menurut analisa saya, jika dikaitkan dengan sistematika KUHPerdata, kasus ini sesuai dengan Buku III tentang Perikatan (Verbintenessenrecht) pada Bab III mengenai Perikatan dalam bab VIIA tentang “Perjanjian Kerja” pada Bagian 1 mengenai Ketentuan Umum Pasal 1601 yang berisi:
 “Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja”.
Dalam kasus ini terjadi sengketa merek dagang “IO”, di mana pihak tergugat telah menggunakan merek “IO” yang merupakan milik dari Penggugat. Bisa disimpulkan berdasarkan pasal tersebut, tidak ada perjanjian ataupun persetujuan dari pihak Penggugat dengan Tergugat. Hal ini juga menjadi salah satu tuntutan Penggugat terhadap mereknya dikarenakan toko yang dikelola Tergugat memiliki kesamaan dalam merek dagang. Selain itu, Penggugat merasa dirugikan karena merek dagangnya telah dipakai oleh Tergugat tanpa ada persetujuan atau izin darinya. 
Dan Pihak Penggugat merupakan pemilik sah merek dagang IO dan merek dagangnya merupakan yang pertama terdaftar sebagai merek dagang IO. Penggugat yang menitikberatkan terhadap bisnis dan perdagangan ini tidak berdampak di Indonesia. Karena Penggugat selama ini tidak melakukan promosi ataupun periklanan terhadapnya tokonya, dan tokonya merupakan reseller salah satu peralatan elektronik terkenal di dunia.
4.3.       Unsur yang terpenting dari hukum perdata:
1.    Norma peraturan
2.    Sanksi
3.    Mengikat / dapat dipaksakan
Norma peraturan dalam kasus ini yaitu bahwa Penggugat (IO asli) dalam menyatakan permohonannya dan Tergugat (BG/IO Palsu) dalam mengajukan ekspresinya harus sesuai hukum. Masing-masing pihak harus menerima segala putusan dari PN, seperti halnya pada Penggugat yang tidak puas dengan keputusan PN maka dapat mengajukan permohonan kasasi ke MA. Menurut KBBI, Kasasi adalah pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang.
Untuk Sanksi, dalam kasus ini kasasi JPU dikabulkan MA. BG harus membayar denda berupa kerugian materiil sebesar Rp. 400 juta dan kerugian non-materiil sebesar Rp. 1 Miliar
Dan yang terakhir Mengikat / dapat dipaksakan, dalam kasus ini majelis hukum PNJ menghukum tergugat membayar uang paksa sebesar Rp. 10 juta atas setiap hari keterlambatan melaksanakan keputusan tersebut.

5.  AZAS HUKUM PERDATA
5.1.       Azas Individualitas
Dapat  menikmati dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya (hak eigendom) dan dapat melakukan perbuatan hukum, selain itu juga dapat memiliki hasil, memakai, merusak, memelihara, dsb. Batasan terhadap azas individualitas:
1.    Hukum Tata Usaha Negara (campur tangan pemerintah terhadap hak milik)
2.    Pembatasan dengan ketentuan hukum bertetangga
3.    Tidak menyalahgunakan hak dan mengganggu kepentingan orang lain
5.2.       Azas Kebebasan Berkontrak
Setiap orang berhak mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam UU maupun yang belum (pasal 1338 KUHPerdata) asal perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum, dan kesusilaan
5.3.       Azas Monogami
Seorang laki-laki dalam waktu yang sama hanya diperbolehkan mempunyai satu orang istri. Namun dalam pasal 3 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 Undang-Undang Pokok Perkawinan (UUPP) membuka peluang untuk berpoligami dengan memenuhi syarat-syarat pada pasal 3 ayat (2), pasal 4 dan pasal 5 pada UUPP
Menurut analisa saya, azas hukum yang berkaitan dengan kasus di atas adalah Azas Individualis dan Azas Kebebasan Berkontrak. Hal ini dapat dilihat dari merek dagang “IO” yang di mana toko tersebut merupakan kepemilikan sah dari J dan hanya membuka satu cabang yaitu di salah satu pusat perbelanjaan di daerah J. Namun J menemukan sebuah toko yang memiliki merek dagang yang sama persis dengan toko yang dia miliki, serta tidak adanya perjanjian antara pihak IO dengan pihak BG untuk melakukan kerjasama atau merger/joint venture. Hal ini tentunya membuat J merasa tidak terima sehingga menggugat pihak BG untuk menutup usahanya. Hal ini berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 pada BAB XI mengenai Penyelesaian Sengketa Bagian 1 mengenai Gugatan atas Pelanggaran Merek dalam Pasal 76 ayat 1 yang menyatakan:
“Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
a)   Gugatan ganti rugi, dan/atau
b) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut
         Berdasarkan isi pasal tersebut, pihak Penggugat (IO asli) menggugat pihak Tergugat (BG/IO palsu) untuk menutup atau menghentikan bisnisnya karena pihak IO merasa dirugikan atas merek dagangnya telah dipakai oleh pihak Tergugat dan tidak adanya persetujuan antara kedua pihak mengenai merek dagang yang dipakai, serta membayar seluruh kerugian yang telah dilakukan oleh pihak Tergugat terhadap pihak Penggugat.
Dalam kasus ini menurut saya tidak terkait dengan azas monogami karena kasus ini tidak membahas perkawinan.

6.  PERKEMBANGAN KUH PERDATA DI INDONESIA
Hukum Perdata Eropa (Code Civil Ded Francais) dikodifikasi tanggal 21 Maret 1804. Pada tahun 1807, Code Civil Des Francais diundangkan dengan nama Code Napoleon. Tahun 1811 – 1830, Code Napoleon berlaku di Belanda. KUHPerdata Indonesia berasal dari Hukum Perdata Belanda, yaitu buku “Burgerlijk Wetboek” (BW) dan dikodifikasi pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah kemerdekaan, KUHPerdata tetap diberlakukan di Indonesia. Hal ini tercantum dalam pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada (termasuk KUHPerdata) masih tetap berlaku selama belum ada peraturan yang baru menurut UUD ini. Perubahan yang terjadi pada KUHPerdata Indonesia:
  • Tahun 1960: UU No.5/1960 mencabut buku II KUHPerdata sepanjang mengatur tentang bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kecuali hipotek
  • Tahun 1963: Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran tertanggal 5 September 1963, dengan mencabut pasal-pasal tertentu dari BW yaitu: pasal 108, 824 (2), 1238, 1460, 1579, 1603 x (1), (2) dan 1682
  • Tahun 1974: UU No.1/1974, mencabut ketentuan pasal 108 tentang kedudukan wanita yang menyatakan wanita tidak cakap bertindak
Menurut saya, perubahan yang terjadi terhadap hukum perdata Belanda yang diterapkan di Indonesia memberikan dampak positif dan semestinya. Salah satunya pada poin ketiga di mana kedudukan wanita saat ini mengalami perjuangan dalam kesetaraan gender di mana kaum wanita saat ini banyak yang berjuang dalam urusan karir. Serta pencabutan beberapa pasal dalam KUHPerdata disesuaikan dengan keadaan aspek-aspek di Indonesia saat ini mulai dari hukum, politik, ekonomi, dan lain-lain sehingga masyarakat, pelaku bisnis, ataupun pemerintah dapat menyesuaikan dan menerima hukum yang berlaku di Indonesia saat ini.

REFERENSI
a)   Buku Pustaka/E-Newspaper/E-Journal
  • Kuspriatni, Lista. (ed.) (n.d) Aspek Hukum dalam Ekonomi : Hukum Perdata. [Portable Document Format(pdf.)] Pp. 1-3. Available from: http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.2 [Accessed: 16 March  2017]
  • Subekti, R dan Tjitrosubidio, R. 2015. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku ke Tiga Tentang Perikatan). Jakarta: PT. Balai Pustaka.
  • Arti kata kasasi – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online (2016) [online]. Available from: http://kbbi.web.id/kasasi [Accesed: 18 April 2017]
  • Berebut Merek Toko “IO” Hingga Medan Merdeka Utara (2012) [online]. Available from: http://news.detik.com/berita/d-1954658/berebut-merek-toko-io-hingga-medan-merdeka-utara [Accessed: 17 April 2017]
  • The World Intellectual Property Organization (2001) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek [online]. Rabu 1 Agustus. Available from: http://www.wipo.int/edocs/lexdocs/laws/in/id/id046in.pdf [Accessed: 17 April 2017]
b)   Gambar
  •  Gambar 1: Business Law-logo.png. Availabe from: http://www.scottkuboff.com/ [Accessed: 19 April 2017]
  • Gambar 2: shopping mall.jpg. Availabe from: http://www.wisegeek.org/what-are-shopping-malls.htm [Accessed: 20 April 2017]